CALIFORNIA – Seorang “Berlin Patient” yang pernah
menjadi pengidap HIV positif, telah sembuh setelah lima tahun menjalani
terapi revolusioner. Dari kasus itu, peneliti AIDS yakin mungkin
waktunya telah tiba untuk berpikir yang tidak terpikirkan.
Hari ini (19/7) di Washington, Barré-Sinoussi dan Deeks akan ambil
bagian dalam peluncuran dokumen strategi global ilmiah untuk AIDS dan
HIV sebelum Konferensi AIDS Internasional 2012 digelar pekan depan.
Dokumen itu akan menempatkan “penelitian penyembuhan” sebagai sebuah
pusat, yang menunjukkan bahwa daripada hampir secara khusus berfokus
pada penelitian obat anti-virus dan vaksin HIV, para ilmuwan harus lebih
memikirkan cara menyembuhkan pasien langsung, atau setidaknya ke titik
yaitu pengembangan AIDS menjadi hal yang tidak mungkin.
“Mungkin tidak sepenuhnya memberantas virus dalam individu. Sekira 1
persen dari orang yang terinfeksi HIV, virus itu dikendalikan dengan
alami, sehingga risiko dari perkembangan penyakit dan tranmisinya
menjadi minimal,” kata Barré-Sinoussi dan Deeks, seperti dilansir dari
Independent, Jumat (20/7/2012).
“Para ilmuwan telah mempelajari “pengendali elit” untuk mencari jalan
menuju pengembangan vaksin. Pengendali elit juga bisa memberikan
petunjuk tentang bagaimana mengatur, jika tidak bisa menghilangkan
infeksi,” kata kedua profesor itu.
Sementara itu, donor sumsum tulang Brown adalah seorang yeng memiliki
pengendali elit. Sebagai hasil dari transplantasi itu, sel darah putih
Brown (sel T dari sistem kekebalan tubuh) diulang populasinya oleh
donornya, yang rupanya membuat Brown kebal terhadap HIV.
Namun, tidak semua orang yakin bahwa prosedur itu bisa menyingkirkan
seluruh HIV dari tubuh Brown. Kepala penyakit menular di Rumah Sakit
Umum di Toulon, Prancis mempertanyakan, apakah kata penyembuhan berlaku
mengingat beberapa ilmuwan mengklaim telah menemukan rendahnya tingkat
viremia (kondisi medis yakni virus memasuki aliran darah sehingga
memiliki akses ke seluruh tubuh) HIV dalam tubuh Brown.
“Kami tidak bisa mendeklarasikan “disembuhkannya” seorang pria yang
masih memiliki rendahnya tingkat viremia, tingkat rendah dari
antibody anti-HIV tidak terdeteksi secara komersial,” kata Lafeuillade.
Deeks, yang mengikuti kasus Brown selama bertahun-tahun tetap bersikeras
bahwa pasien itu telah sembuh efektif. “Dengan definisi yang masuk
akal, Brown telah sembuh. Dia telah menonaktifkan obat selama lebih dari
lima tahun dan dilakukan dengan baik,” ungkapnya.
Tapi jika Brown terus menolak dogma ilmiah, metode penyembuhannya tidak
akan sesuai untuk mengobati jutaan orang di dunia yang terinfeksi HIV.
Transplantasi sumsum tulang bukan hanya mahal dan sulit dilakukan tapi
juga sangat berisiko, mengingat Brown menderita masalah neurologis
kronis karena transplantasi sumsum tulang kedua yang harus diterimanya
untuk mengobati kanker darahnya yang kambuh.
“Hambatan untuk menyembuhkan HIV adalah masalah nyata dan mungkin terbukti bisa diatasi,” pungkas Barré-Sinoussi dan Deeks.
Dilansir dari
Independent, Jumat (20/7/2012), berpikir yang
tidak terpikirkan di sini adalah: harusnya semakin banyak opini pakar
percaya bahwa obat untuk infeksi HIV tidak lagi sebuah kemustahilan
ilmiah, tapi tujuan yang realistis bahwa para ilmuwan bisa meraihnya
dalam waktu dekat di masa depan.
Seorang ilmuwan yang berbagi hadiah Nobel untuk penemuan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) kini telah menambahkan suaranya bagi yang
percaya bahwa ada kemungkinan untuk menyembuhkan infeksi virus yang
sampai saat ini dianggap sebagai penyakin seumur hidup, kronis, dan
meskipun bisa diobati tapu akhirnya tidak tersembuhkan.
Françoise Barré-Sinoussi, yang pertama kali melaporkan penemuan virus
AIDS pada 1983 dengan rekannya Luc Montagnier dari Pasteur Institute di
Paris, diharapkan pada hari ini (19/7) untuk mengatakan bahwa
pembicaraan tentang obat untuk HIV seharusnya tidak lagi menjadi tabu
bagi para peneliti AIDS.
Dia akan mengutip kasus “Berlin Patient”, seorang pria gay Amerika
bernama Timothy Brown yang menerima transplantasi sumsum tulang pada
2007 saat menjadi mahasiswa di Jerman. Transplantasi ini dilakukan untuk
mengobati jenis kanker darah, tapi dalam proses pengobatan itu infeksi
HIV Brown tampaknya juga telah sembuh.
Lima tahun setelah transplantasi, Brown menjadi bebas HIV meski dia
telah menyerah dengan obat anti-virusnya. Namun, masih belum jelas bagi
para ilmuwan, mengapa Brown berhasil menghindari infeksi kronis HIV-nya
secara efektif.
Selama beberapa dekade, obat untuk AIDS seakan menjadi mimpi karena
kemampuan virus itu untuk terus mengintegrasikan “diri” dalam bahan
genetik dari pasien yang terinfeksi. Setelah terpasang dalam DNS pasien,
virus AIDS bisa “menyembunyikan diri” selama bertahun-tahun, bahkan
puluhan tahun dari pertahanan kekebalan tubuh.
Akibatnya, para ilmuwan segera menyadari setelah HIV ditemukan pada awal
1980 bahwa orang yang terinfeksi akan terus berada pada risiko
pengembangan AIDS seumur hidup mereka, kecuali terus diobati dengan obat
anti-virus.
Tapi kasus Brown yang sangat tidak biasa, telah memberikan beberapa
alasan ilmuwan untuk optimis. Dalam sebuah artikel komentar Nature pekan
ini, Barré-Sinoussi dan rekannya Steven Deeks dari University of
California mengatakan, Brown telah efektif sembuh dari HIV dan menjadi
orang pertama di dunia yang memenuhi definisi ilmiah yang ketat dari
penyembuhan.
(adl)
SUMBER : OKEZONE